Kisah
dimulai dengan munculnya Buletin bernama
“Tanpa Nama SMA Seoyeon” yang menuliskan postingan
Buletin
‘Aku
menyukaimu, Hana SMA 2-3’
Buletin ini tempat para
siswa mengirimkan aspirasi dan keluh kesahnya yang nantinya akan di posting
oleh admin.
“Hana!” panggil seseorang dengan berteriak.
Do HaNa menoleh seraya
tersenyum, karena mengenal orang yang memanggilnya.
“Doha! Do HaNa, Hai!”
BoRam melambaikan tangan. Hana menyambut dengan merangkul BoRam.
“Di mana Kimha?” tanya
Do HaNa.
“Kimha?”
Tepat
saat itu mereka berpapasan dengan Kim HaNa dan HaMin yang sedang berebut
minuman. BoRam langsung menghampiri Kim HaNa untuk menanyakan apakah dia sudah
membaca postingan dari buleitn. Kim HaNa memperhatikan ponsel BoRam yang
menampilkan postingan dibuletin. Itu di posting kemarin, jadi dia Kimha
menggeleng dan mengatakan kalau HP-nya rusak kemarin, jadi dia tidak bisa
membuka sosmed. Do HaNa terlihat penasaran. Dia pun mengecek ponselnya. Rupanya
banyak yang menandai Kim HaNa di komentar. Sepertinya, hanya Nam ShiWoo yang
menandai Do HaNa, yang langsung dibalas dengan “apa?” oleh Doha. Sementara BoRam dan Kimha membahas postingan
itu, HaMin bertanya pada Doha.
“Kau tidak ada acara sepulang
sekolah, kan?” tanya HaMin pada Doha.
“Mau pergi berkencan
denganku?”
“Hah?” Doha terkejut.
BoRam langsung memukul
pundak HaMin, dan mengomelinya. Dia memarahi HaMin yang selalu mengajak orang lain
berkencan. Dia menyuruh HaMin memperbaiki kebiasaan itu. Doha juga paham kalau
HaMin selalu begitu.
“Beri dia pelajaran!
Ini akan menjadi masalah jika kau berkencan dengannya,” saran BoRam pada Kimha
yang terdengar seperti perintah.
“Kenapa kau berpikir
aku akan berkencan dengannya?” sahut Kimha, dan dipertegas oleh HaMin dengan
mengatakan kalau dia tidak mau berkencan dengan Kimha karena dia hanya teman
wanitanya.
“Apa? Kau menonton film
dengannya akhir pekan lalu. Pacarku dan aku dulu berteman juga. Tidak ada teman
diantara pria dan wanita,” ujar BoRam. Lalu dia menunjukkan postingan Buletin
pada HaMin dan menanyakan apakah dia yang menulis itu.
HaMin sedikit
membungkuk untuk menyejajarkan pandangannya dengan HP BoRam. Setelah membaca
status itu, pandangannya beralih ke BoRam lalu ke Kimha. Ekspresi HaMin tak
berubah sama sekali. Kimha mengatakan kalau HaMin menyukai seseorang. Dan HaMin
mengangguk untuk membenarkan.
“Kau?” tebak BoRam
seraya menunjuk Kimha. Namun, Kimha mengatakan “bukan”.
BoRam masih yakin kalau
yang menulis status itu adalah Ha Min.
“Yah, sebenarnya ....”
HaMin akan menjawab, tapi bel sekolah berbunyi. Jadi HaMin mengatakan, “akan
berlanjut setelah iklan berikut ini.”
BoRam kesal. Pokoknya
dia akan terus menanyai HaMin sampai dia menjawab. Mereka pun pergi ke kelas.
HaMin sempat menasihati Doha untuk tidak tidur di kelas.
Pelajaran
berlangsung. Doha terlihat bosan, sedangkan Kimha sibuk mencatat setiap
perkataan guru. BoRam yang kepo, memanggil Doha dengan berbisik. BoRam mengode
Doha untuk mengecek HP-nya. Rupanya BoRam meminta Doha untuk menanyakan pada
Kimha apakah dia berpacaran dengan HaMin. Awalnya Doha tidak mau, tapi BoRam
terus memohon.
Do HaNa : Tanyakan saja sendiri
BoRam : Kau kan duduk di sebelahnya.
Tanya dia sekarang
Akhirnya Doha menyerah,
dan bertanya pada Kimha.
“Tidak mungkin,” jawab
Kimha tanpa ragu.
“Kenapa kau bertanya
tentang HaMin?”
“Tidak ada apa-apa,”
jawab Doha tanpa memberitahu bahwa dia disuruh BoRam. Lalu dia bertanya tentang
postingan yang mereka bahas tadi.
Kimha
tidak tahu apakah HaMin yang memposting atau bukan. Namun, dia yakin kalau HaNa
yang dimaksud adalah Do HaNa. Dan itu membuat Doha kepikiran. Pembicaraan
mereka berhenti karena pak guru menegur mereka. Pak Guru menyuruh mereka
berhenti bercerita. Kimha menjawab “baik, pak”, sedangkan Doha hanya diam saja.
“Kalian memiliki nama
yang sama, tapi sangat berbeda,” ujar pak guru.
Sementara
itu di kelas lain, Cha KiHyun menunjukkan HP-nya ke Nam ShiWoo. Namun, dia
kesal karena Nam ShiWoo tidak tertarik dengan apa yang dia tunjukkan. Dia pun
beralih ke HaMin yang duduk di belakangnya. Dia bertanya, kapan HaMin mengajak
HaNa berkencan.
“Kim HaNa atau Do
HaNa?” tanya HaMin balik.
Pertanyaan itu membuat
Shi Woo merespon. Dia melirik sekilas HaMin. Sepertinya dia menyukai HaNa. Do
HaNa.
“Diam, Jangan
pura-pura!” kesal KiHyun tanpa mengalihkan pandangannya dari HP. Hanya
kepalanya yang sedikit ditelengkan.
Kesekian kalinya, ShiWoo mengatakan kalau dia menyukai orang lain. Tapi KiHyun
sama sekali tidak percaya. Yang dia percayai adalah HaMin menyukai Kim HaNa.
Lalu, topik pembicaraan beralih ke HaNa yang dimarahi guru matematika. Rupanya,
BoRam memberitahu KiHyun melalui chat.
Jam
istirahat, Doha tidur di kelas, Kimha melanjutkan belajarnya seraya
memakai handset, sedangkan Bo Ram bermain game di HP-nya.
Tiba-tiba Ha Min datang dan langsung duduk di depan Kimha. Hal itu membuat Ha
Na terkejut. Doha sampai bangun karena suara bangku yang Ha Min duduki.
“Kim Ha Na dimarahi,”
ucap Ha Min simpati.
“Tidak dimarahi kok,”
jawab Kimha seraya tersenyum.
“Lalu apa?”
Kimha mengalihkan
pembicaraan dengan menanyakan apakah Ha Min sudah mengerjakan PR. Shi Woo
datang untuk menanyakan sesuatu pada Doha. Dia berdiri di samping Doha. Shi Woo
yang baru mengucapkan satu kata, langsung dipotong oleh Doha.
“Kami tidak dimarahi,”
ucapnya kesal sebelum Shi Woo menyelesaikan kalimatnya.
“Dia ingin meminjam
buku matematikamu.” Tiba-tiba Ki Hyun datang, memperjelas maksud kedatangan Shi
Woo. Dia juga menegaskan pada Shi Woo kalau Doha selalu dihukum.
Doha tidak mempedulikan
kalimat terakhir Ki Hyun, dia langsung mengeluarkan buku matematikanya dari
laci. Tapi, Shi Woo mengatakan nanti saja.
“Kenapa?” tanya Doha.
“Tidak apa-apa,” jawab
Shi Woo.
Doha memasukkan bukunya
ke dalam laci lagi, lalu merebahkan kepalanya di meja untuk tidur kembali. Saat
dia baru saja memejamkan mata, tiba-tiba Ha Min mengejutkannya dengan
mencondongkan badannya ke Doha.
“Ayo, makan siang,”
ajaknya.
Mereka
berlima pun ke kantin, sedangkan Doha masih duduk di tempatnya. Doha dan Kimha
pulang bersama. Kimha mengeluh karena HP-nya belum bagus juga. Kadang menyala,
kadang mati. Dia pikir seharusnya pergi ke tukang servis.
“Aku tidak bisa
menghubungi orang lain. Ini membuatku frustasi,” keluh Kimha.
“Dengan Ha Min?” tebak
Doha, yang langsung dijawab Kimha kalau mereka tidak sering bertelepon. Kimha
juga menegaskan sekali lagi kalau Ha Min menyukai seseorang.
“Kurasa itu kau.”
“Bukan. Ada yang
bilang, dia menyukai orang lain.”
Saat Kimha melihat
layar HP-nya, tiba-tiba HP-nya bisa menyala lagi. Pesan beruntun dari Ha Min
pun masuk.
Ha Min : Kau di mana?
Ha Min : Kau tidak datang ke kelompok
belajar?
Ha Min : Oh ya, HP-mu kan rusak.
Doha
ikut membaca pesan itu. Dengan wajah terlihat cemburu, dia mengutak-atik HP-nya
sendiri. Terlihat kalau dia mengirim pesan ke seseorang. Saat Kimha hendak
membalas pesan Ha Min, HP-nya mati lagi. Dia kesal karena kelompok
belajar sangat penting. Jika HP-nya rusak, dia tidak bisa pergi ke
kelompok belajar. Karena Kimha tidak pergi ke kelompok belajar, Doha mengajaknya
jalan-jalan. Kimha sepakat. Hitung-hitung refreshing.
Keesokan
harinya, keenam orang ini sedang berkumpul di kelas. Di tengah
percakapan absurd mereka, Bo Ram menyela dengan memukul meja pelan.
Pandangan ke lima orang itu langsung tertuju padanya. Sekarang dia tahu siapa
yang menembak Kimha.
“Tidak jelas itu aku
atau Doha, tapi kenapa kau tahu itu?” tanya Kimha kurang yakin dengan pemikiran
Bo Ram.
“Aku tahu. Itu
Min,” sergahnya bersemangat.
Tebakan Bo Ram langsung
mendapat senyuman simpul dari Ha Min dan Kimha. Senyuman tak sepakat. Ki Hyun
juga tidak percaya. Dia menganggap kalau Bo Ram sedang mengarang.
“Apa itu kau?” tanya
Doha serius pada Ha Min yang kini menatapnya.
“Ingin tahu?” tanya Ha
Min balik.
Semua langsung
memperhaikan Ha Min. Tapi Ha Min kelihatannya sengaja membuat teman-temannya
penasaran dengan tak langsung menjawab.
Pada saat Doha berjalan ditangga, ia mendengar ada dua
siswi yang membicarakannya. Mereka bilang Doha mengikuti gaya Kimha. Dari mulai
warna lipstik dan dompet. Doha mulai emosi, dia langsung memunculkan dirinya
dihadapan mereka.
“Do Ha Na siapa? Aku?”
tanyanya tidak terima.
Mereka berdua langsung
tidak dapat mengatakan apapun karena terkejut. Doha lalu menawarkan pelembab
yang dia gunakan, karena warnanya bagus. Dengan kikuk, mereka menolak, lalu
pergi.
Mereka
berenam berkumpul di pinggir lapangan saat jam istirahat untuk bercengkrama dan
makan es krim. Bo Ram mulai mengusik lagi Ha Min tentang postingan itu. Bo Ram
masih tidak percaya walau Ha Min selalu mengelak bahwa bukan dia yang menulis
status itu, karena dia sudah mencaritahu.
“Apa yang membuatmu
seyakin itu?” tanya Ha Min.
“Aku
melihat facebook history-mu dan menemukan postingan itu. Jadi aku
hanya menebak.”
Ha Min protes karena Bo
Ram melihat history-nya. Menurutnya, itu melanggar privasi. Sementara Bo
Ram dan Ha Min adu mulut, Kimha bertanya pada Doha apa yang dia pikirkan,
karena dari tadi dia terlihat melamun.
“Hah? Tidak,” jawab
Doha.
“Kau tidak makan banyak
hari ini. Apa ada masalah?” tanya Kimha khawatir.
Doha menganggung yang
artinya tidak ada apa-apa.
“Orang yang perlu makan
lebih sedikit bukan kamu,” ujar Ki Hyun pada Doha,
“tapi dia.” lanjutnya
seraya melihat pada Bo Ram. Alhasil, dia mendapat pukulan keras di dada yang
membuatnya meringis.
Beberapa detik
kemudian, lewatlah tiga orang siswa yang hendak bermain basket. Mereka
menggosipkan tentang Ha Na.
“Ada dua Ha Na di kelas
dua. Yang berambut coklat itu cantik.”
“Aku suka yang rambut
hitam. Rambut pendek adalah tipeku,”
“Ha Na yang itu
terlihat sangat galak. Bukan tipeku.”
Dengan
santainya mereka membicarakan Ha Na didekat orangnya. Sahabat Ha Na geram
mendengar obrolan mereka. Ha Min langsung memanggil mereka dan mengatakan bahwa
membicarakan orang di belakangnya sangat tidak baik. Mereka langsung membungkuk
dan meminta maaf. Rupanya mereka baru sadar kalau yang dibicarakan ada di dekat
mereka. Ha Na langsung protes. Kenapa mereka meminta maaf pada Ha Min, padahal
yang mereka bicarakan adalah dirinya. Dengan menyesal, mereka membungkuk pada
Doha.
“Dan aku bukan si rambtu hitam. Aku Do Ha Na,” ucap Ha Na menegaskan seraya
berdiri. Dengan wajah jutek, dia menyuruh mereka untuk menambahkan nama
marganya agar tidak membingungkan. Ha Min pergi, disusul Bo Ram, Ki Hyun, dan
Kimha. Do Ha juga hendak pergi, tapi dia mendekati tiga pemuda itu terlebih
dahulu untuk mengatakan,
“Dan kau bukan tipeku
juga.” Lalu, Doha pergi bersama Shi Woo.
Sepulang
sekolah, Ha Na dan Bo Ram makan bersama di salah satu kedai. Sambil menunggu
pesanan, mereka mengobrol. Kimha memberitahu Doha kalau dia menggunakan
pelembab dengan warna yang direkomendasikan Doha. Menurutnya, warna itu bagus.
Bo Ram juga menggunakan warna bibir itu karna membuat warna kulit terlihat
cerah. Tentu saja itu atas rekomendasi Doha. Doha teringat dua siswi yang
menggosipkannya di sekolah tadi. Lalu, dia melihat dompet Kimha yang diletakkan
di atas meja, bersebelahan dengan dompet Bo Ram. Rupanya dompet mereka bertiga
satu model, hanya saja Bo Ram berbeda warnanya. Dan ya, Ha Na memiliki warna
yang sama. Lalu, pembicaraan beralih pada universitas yang ingin mereka masuki.
Bo Ram berharap jika mereka masuk di universitas yang sama. Kimha mengatakan
itu bisa, yang langsung diprotes oleh Bo Ram. Jika murid pandai mengatakan
bahwa mereka bisa masuk ke universitas yang sama, tentu saja itu hanya untuk
menghibur. (Bo Ram gak suka belajar. Kebalikannya dari Kimha)
“Kau kan ingin
menjadi gamer profesional,” ujar Kimha. Lalu Kimha mengajak mereka
untuk tinggal bersama saat umur 20 nanti.
“Entahlah. Aku harus
minta izin pada ibuku tentang pindah dan menjadigamer profesional,”
jawabnya dengan lesu. Sepertinya dia yakin kalau ibunya akan menentang. Dia
semakin setres karena besok ada konseling karir.
“Setidaknya kau ingin
melakukan sesuatu,” sahut Kimha menyemangati.
“Meskipun aku ingin,
aku tidak dapat melakukannya,” Bo Ram semakin lesu.
“Mana yang lebih
menyebalkan antara tidak bisa melakukan apa yang ingin kuinginkan dan ingin
melakukan apa yang tidak bisa kulakukan?” tanya Doha.
Kimha terlihat
berpikir. Doha langsung menjawab kalau keduanya sama. Lalu dia bertanya apa
yang Doha ingin lakukan di masa mendatang. Doha menjawab tidak ada.
Keesokan
harinya, Doha sedang menunggu giliran konsultasi karir di depan ruang guru.
Awalnya dia memperhatikan buku jurusan kuliah, tapi kemudian beralih
memerhatikan ponselnya. Dia melihat foto sebuah gambar yang dia gambar sendiri.
“Apa kau ingin masuk
jurusan seni?” tanya Shi Woo yang tiba-tiba datang, membuat Doha terkejut.
“Tidak,” jawabnya
cepat.
Doha mengalihkan dengan
bertanya apakah Shi Woo sudah melakukan konseling. Shi Woo bergumam dan
mengangguk.
“Bagaimana hasilnya?”
“Aku bilang, ingin
masuk universitas berdasarkan hasil KSAT-ku.” Maksudnya hasil UN kalau di
Indonesia.
“Kenapa?” tanya Shi
Woo.
“Ingin tahu saja.”
Beberapa detik setelah
itu, Kimha keluar dari ruang guru. Kimha yang baru tahu kalau ada Doha langsung
memanggil guru dan memberitahu bahwa Doha sudah menunggu.
Guru pun menyuruh Doha untuk masuk. Doha segera masuk ke dalam setelah
mengembalikan buku ke meja. Di ruang guru, bu guru menanyakan apa ada yang
ingin Doha pelajari. Doha menjawab tidak ada. Bu guru menghela napas kecewa.
“Apa yang ingin kau
lakukan?” tanya bu guru.
“Tidak ada,” jawab
Doha.
Bu guru yang hendak
menuliskan sesuatu di kertas, mengurungkan niatnya. Dia bertanya dengan sedikit
kesal, apakah ada yang disukai Doha.
“Tidak ada yang
spesial,” jawab Doha ragu. Dia pun menundukkan kepalanya. Sepertinya dia ingin
mengatakan keinginannya, tapi tidak berani.
“Aku ingin melukis
sesuatu,” ucap Doha kemudian. Senyum simpulnya mengembang. Tapi senyum itu
langsung luntur lagi saat mendengar guru mengatakan bahwa Kimha juga ingin
masuk jurusan seni.
“Seperti ....” ucap Doha dalam hati. Dia tidak suka jika disamakan dengan
Kimha.
Saat pulang sekolah,
Doha bepapasan dengan Ha Min. Mereka pun berjalan bersama. Ha Min menganggap
pertemuan mereka ini adalah takdir.
“Suka minum susu?”
tanya Doha melihat susu instant yang dipegang Ha Min. Dia tidak mempedulikan
ucapan Ha Min.
“Ya. Bukan aku, tapi
seseorang.” jawab Ha Min.
“Lalu? Apa yang ingin kalau lakukan di masa
depan?” tanya Ha Min.
“Aku ... sebenarnya
....” Doha berpikir. Dia ragu untuk mengatakannya pada Ha Min. Saat dia hendak
mengatakan keinginannya untuk mendalami seni, Kimha memanggilnya. Ha Min
mendengus melihat barang bawaan Kimha.
“Kau ingin pamer dengan
membawa kotak perlengkapan melukis?”
“Hei, jaga mulutmu. Ini akan mengganggu siswa lain,” ujar Kimha.
“Kalian mau kemana?”
tanya Doha pada Kimha.
“Ke lembaga swasta,”
jawab Kimha, maksudnya dia mau bimbingan belajar.
“Aku ada kelompok
belajar,” jawab Ha Min
“Oh iya, kau sudah
mengerjakan PR-mu?” tanya Ha Min pada Kimha.
Kimha sepertinya juga
baru ingat. Lalu dia mengajak Ha Min untuk mengerjakannya bersama.
“Kapan?” tanya Ha Min.
Tepat saat itu mereka sudah keluar gerbang sekolah. Doha pamit, karena
berlawanan arah.
Doha sempat berbalik
untuk melihat mereka berdua. Ha Min bertanya pada Kimha berapa harga untuk
saran hubungan. Sepertinya dia mau curhat.
“Tteokbokki,” jawab Kimha semangat.
Doha terlihat murung
melihat keakraban mereka berdua. Mungkin dia cemburu atau malah iri? Kimha
memperlihatkan Ha Min Buletin di HP nya
Buletin
Ha Min dan Kim Ha Na, apakah mereka
berkencan? Aku sangat menyukainya.
“Kenapa kau ingin
mendapatkan saran dariku?” tanya Kimha. Jika Ha Min selalu dekat dengannya,
teman-temannya akan berpikir kalau mereka sungguh berpacaran.
“Aku tidak peduli,
karena kita tidak pacaran,” tukas Ha Min.
“Itu benar, tapi kau
perlu mengambil tindakan.” Lalu Kimha menyuruh Ha Min untuk cepat berjalan
karena dia hampir terlambat.
“Seperti
....” gumam Doha saat menggambar di rumahnya. Gambar ekor putri duyung di dalam
air. Lalu dia memfoto gambarnya dengan kamera HP-nya setelah memperhatikan
beberapa hasil gambarnya, dan memposting di akun sosmednya dengan caption ‘aku ingin mengatakannya, tapi aku tidak
ingin mengatakannya.’ Mungkin maksudnya, dia ingin mengatakan bahwa dia
ingin mempelajari seni, tapi dia tidak ingin mengatakannya karena tidak ingin
dikatakan seperti Kimha.
Keesokan
harinya di sekolah, Doha memperhatikan instagramnya untuk melihat respon foto
yang dia upload semalam. Beberapa saat kemudian, Ha Min datang seraya
mengatakan kalau ini takdir, karena mereka bertemu lagi .
“Apa maksudmu? Kelas
kita kan bersebalahan,” sanggah Doha.
Ha Min hanya tersenyum.
“Oh iya, kemarin kau belum memberitahuku,” ucap Ha Min kemudian.
“Tentang apa?” tanya
Doha tak tahu maksud Ha Min. Lalu Ha Min memperjelas yang dia maksud adalah apa
yang ingin dilakukan Doha di masa mendatang.
“Oh, soal itu ....” Air
muka Doha langsung berubah muram. Dia ingin mengatakannya dengan jujur, tapi
tidak bisa. Lagi-lagi dia mengingat perkataan orang-orang yang menganggap dia
meniru Kimha.
Akan berat jika dia
mengatakan yang sejujurnya.
“Tidak ada,” jawab Doha.
Do
Ha berbincang dengan Shi Woo, dia memberitahu kalau ujian kali ini, nilainya
harus tinggi. Itu karena dia bertaruh dengan ibunya, jika nilainya tinggi,
ibunya akan mengizinkannya untuk ikut les seni. Shi Woo senang mendengarnya. Do
Ha dan Bo Ram belajar keras untuk ujian. Dan Kim Ha mengabaikan mereka, seolah
mereka tidak pernah berteman. Pas sekali, Gi Hyun datang dan memberikan coklat
untuk Bo Ram. Saat Gi Hyun sudah pergi, Bo Ram membagikan cokelat untuk Do Ha,
dan satu lagi untuk Do Ha berikan pada Kim Ha. Do Ha memberikan cokelat itu
pada Kim Ha, dan Kim Ha menolak. Do Ha memberitahu kalau cokelat itu dari Bo
ram.
“Maksudku, kalau aku
makan cokelat, aku selalu sakit perut. Aku harus berhasil dalam ujian kali
ini,” tolak Kim Ha dengan alasan.
Do Ha mengerti dan tidak
memaksa lagi. Dan seperti biasa, sebelum ujian, Kim Ha selalu makan almonds,
mengikat rambut dan membawa catatan ujian. Tetapi, ternyata, catatan ujian Kim
Ha hilang. Kim Ha membongkar tas dan laci mejanya, tetapi buku catatannya tidak
ketemu hingga ujian di mulai.
Keesokan
harinya hasilnya di bagikan. Hasil ujian Do Ha kali ini bagus, dan Do Ha tentu
senang. Kim Ha menangis karena nilai ujiannya buruk. Semua teman sekelas tentu
khawatir karena Kim Ha menangis. Tangis Kim Ha semakin keras. Dia memberitahu
teman sekelas kalau buku catatannya hilang. Dan anehnya, semua malah melihat ke
arah Do Ha dan Bo Ram, dengan pandangan menuduh. Do Ha jelas tidak nyaman dan
mengajak Bo Ram untuk pulang saja. Tetapi, teman-teman sekelas malah semakin
menggosipi Do Ha dan Bo Ram yang tidak peduli pada Kim Ha.
Bo
Ram dan Do Ha ke café dan minum jus. Bo Ram membahas mengenai kejadian di kelas
tadi, mengenai teman – teman sekelas yang mencurigai Do Ha. Bo Ram merasa kalau
mereka harus menegaskan pada teman-teman sekelas, kalau bukan dia atau Do Ha
pelakunya. Dia merasa tidak adil di tuduh seperti itu.
“Aku bisa membela diri,
tapi mungkin akan membuat Kim Hana kesulitan,” ujar Do Ha, masih
mengkhawatirkan Kim Ha.
Bo Ram kemudian
mengajak Do Ha kembali ke sekolah, karena dia lupa membawa tasnya. Do Ha
mengeluh karena Bo Ram bisa lupa bawa pulang tas, tetapi dia tetap menemani Bo
Ram kembali. Kim Ha dan yang lain masih belum pulang. Kim Ha sudah sedikit
tenang. Dan karena itu, mereka mulai menjelek-jelekan Do Ha dan Bo Ram yang tidak
peduli dengan Kim Ha yang menangis tadi. Dan pas sekali, Do Ha dan Bo Ram
balik.
“Apa kau yakin bukan Do
Hana yang mencurinya?”
“Hmm… entahlah,” jawab
Kim Ha.
Aku tidak pernah
menyangka ini terjadi di antara kita. Monolog Do Hana.
“Hei! Apa yang kau katakan?
Beritahu mereka bukan aku yang mencurinya,” marah Do Ha, karena jawab Kim Ha
tadi bisa membuat orang-orang salah paham kalau dia mencuri buku catatan Kim
Ha.
“Apa?”
“Kau tahu, bukan aku
yang mencurinya.”
“Huh. Bagaimana aku
tahu? Entah kau yang mencuri atau bukan. Nilai ujianmu bagus,” jawab Kim Ha
dengan nada menuduh.
“Itu tidak ada
hubungannya dengan buku catatanmu.”
“Bukuku hilang. Ujianku
jadi kacau. Dan ujianmu bagus,” ujar Kim Hana menuduh.
“Dan hubungan kita
sekarang tidak baik. Dan … kau tahu buku catatan itu bagian dari kutukanku.”
Bo Ram sampai terdiam
tidak menyangka Kim Ha bisa menuduh Do Ha seperti itu. Do Ha juga marah karena
Kim Ha menuduhnya seperti itu. Dan Kim Ha bahkan menyebut diri sebagai Hana
yang pintar, sementara Do Hana bukan.
“ Aku harus menjadi
Hana yang lebih baik darimu.” Ujar Kim Hana dalam hatinya.
“Ada apa denganmu? Apa
karena yang terjadi di tempat les?” tanya Do Ha.
“Apa maksudmu?”
“Jangan bertele-tele.
Katakan saja. Apa yang sedang kau pikirkan?”
“Aku… belajar keras
agar ibuku mengizinkanku melakukan apa yang ku inginkan. Kau belajar keras
bukan karena ingin melakukan sesuatu?”
“Jangan berlagak seolah
kau tahu semuanya,” ujar KimHa dengan tajam.
Do Ha tidak tahan lagi,
dan pergi keluar kelas. BoRam menatap DoHa dengan pandangan tidak percaya.
Bo
Ram pulang dengan Gi Hyun. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena lupa membawa
tas hingga membawa Do Ha kembali ke kelas dan bertengkar dengan Kim Ha.
“Tapi Kim Hana
berbohong, wajar kalau Do Hana marah,” ujar Gi Hyun.
“Do Ha biasanya tidak
marah untuk alasan sepele. Dia mungkin kecewa. Dia memang tidak pintar tetapi
ramah. Terkadang, dia mengatakan dengan lugas dan itu menyakiti orang lain.
Tapi, dia tidak bermaksud.”
Gi Hyun kemudian
bertanya asal mulanya pertengkaran itu, dan Bo Ram menjelaskan kalau itu karena
buku catatan Kim Ha menghilang. Gi Hyun bergumam kalau Shi Woo menemukan buku
catatan dengan nama Hana, dan hendak mengembalikannya tadi pada mereka, tapi
mereka tidak ada tadi.
Disisi
lain dua orang pemuda menemukan buku catatan dengan nama Hana di
bangku taman. Dan pas sekali Shi Woo lewat, jadi mereka memberikan buku itu
pada Shi Woo, karena Shi Woo dekat dengan Do Hana dan Kim Hana. Melihat buku
itu, Shi Woo sudah bisa langsung menebak kalau itu punya Kim Hana.
Shi
Woo membaca pesan dari Gi Hyun yang menyuruhnya untuk mengembalikan buku Hana
secepatnya begitu sampai di sekolah. Karena Do Ha dan Kim Ha bertengkar karena
buku catatan itu, dan teman-teman di kelas menuduh Do Ha yang mencuri. Pas
sekali, Kim Ha lewat. Shi Woo segera memanggilnya dan mengembalikan buku
catatan itu. Shi Woo juga memberitahu kalau beberapa anak menemukannya dan
memberikannya padanya.
“Aku tidak
membutuhkannya lagi.”
“Kenapa?”
“Ujian sudah selesai.
Ujianku kacau.”
“Kau tidak ingin minta maaf?”
tanya Shi Woo.
“Untuk apa?” tanya Kim
Ha balik. Dan pas sekali, Do Ha lewat dan mendengar pembicaraan mereka.
“Do Hana di tuduh
mencuri buku ini.”
“Terus?”
“Minta maaflah.”
“Kenapa harus aku?”
“Kau yang memancing.”
“Tidak. Aku korbannya.”
“Kalian teman. Bukankah
kau dan Do Hana berteman?”
“Aku tidak pernah
berteman dengannya,” ujar Kim Ha dan masuk ke dalam kelas.
Do
Hana tidak tahan lagi. Dia mengambil buku catatan itu dari tangan Shi Woo dan
melemparkannya pada Kim Hana. Dia sangat marah dan kecewa karena selama ini,
Kim Ha tidak pernah menganggapnya sebagai teman. Dan pertengkaran mereka,
menarik perhatian seluruh kelas. Termasuk Min, Bo Ram dan Gi Hyun yang baru
balik dari kantin.
“Kau menyedihkan. Kau
menggunakan kosmetik yang sama denganku. Juga dompet yang sama denganku,”
fitnah Kim Hana.
“Kau menyukai orang
yang ku sukai.”
“Hei, Kim Hana!” marah
Do Ha, karena Hana memfitnahnya seperti itu.
“Kau ingin ke sekolah
seni sepertiku. Apa kau juga ingin mendapat nilai bagus sepertiku?”
Dan perkataannya
membuat orang-orang memandang bersalah pada Do Hana. Do Hana terluka. Dia tidak
tahan lagi dengan Kim Hana.
“Hei! Kim Jo Yeon!”
Dan semua orang jadi
bertanya-tanya, siapa Kim Jo Yeon? Apa Kim Hana bertukar nama? Min masuk dan
melerai mereka. Kim Ha terlanjur malu dan langsung lari keluar. Do Ha
mengejarnya, dan seluruh murid mengikuti mereka. Do Ha menahan Kim Ha yang
hendak kabur. Kim Ha sangat marah dan menyuruh Do Ha untuk tidak memanggilnya
Jo Yeon, dia adalah Hana. Kim Ha merasa terhina dan merasa kalau Do Ha
mengasihaninya. Dia menuduh Do Ha berpura-pura seperti penipu. Do Ha membalikan
kata-kata itu kepada Kim Ha. Kim Ha terpojok, melihat banyak orang yang melihat
pertengkaran mereka, dia ingin kabur dan bicara nanti saja.
“Apa kau takut yang
lain tahu betapa mengerikannya dirimu?” tanya Do Hana.
“Lihat. Kau sangat
penipu. Kau berpura-pura baik dan bersikap keren.”
“Hentikan! Kaulah yang
meniruku.”
“Kau merasa begitu?
Nilaimu, satu-satunya yang ku sukai. Kau senang, aku berpikir menirumu?
Baiklah, anggap saja begitu. Tapi… menirumu tidak akan membuat kita sama. Entah
aku yang menirumu, atau justru kau yang meniruku.”
“Bukan aku.”
Dan melihat
pertengkaran yang semakin memanas, Min berusaha membubarkan semuanya. Bo Ram
masih menyalahkan dirinya karena kembali ke kelas kemarin.
“Hana, kita ini teman,”
ujar Do Hana.
“Mengapa kita harus
seperti ini? Aku… senang kalau kamu dan aku itu Hana.”
Kim Ha menangis, “Kau
senang aku punya nama yang sama denganmu? Berhenti berbohong. Kau tidak suka saat
yang lain membandingkan kita karena nama kita sama,” teriak Kim Ha.
“Aku kira, kita bisa
berteman dekat karena nama itu.”
“Jangan berpura-pura
baik.”
“Kau sungguh… ingin
terlihat seperti korban,” kecewa Do Ha, dan matanya berkaca-kaca. Kata-kata
yang tajam menyakiti hatiku. Kepadaku, juga kepadamu.
“Aku suka kita
berteman,” lanjut Do Hana.
“Aku tidak menyangka kau berpikir kalau kita
tidak pernah berteman,” ujar Do Hana lagi.
“Aku membencimu,” ujar
Kim Ha pada Do Ha.
“Aku juga membencimu.”
Berita mengenai Do Hana
dan Kim Hana yang bertengkar muncul di Buletin. Do Ha mengirim pesan pada
admin, untuk menghapus foto itu. Do Ha berusaha tidur, tetapi tidak bisa. Dia
merasa sedih dengan yang terjadi hari ini.
Esoknya,
Do Ha datang sekolah, dan para murid masih menggosipkan pertengkaran Do Ha dan
Kim Ha kemarin. Dan sejak saat itu, Kim Ha tidak masuk sekolah. Bo Ram merasa
khawatir, di tambah Kim Ha tidak menjawab teleponnya. Do Ha bersikap tidak
peduli, tetapi tetap saja dia khawatir. Karena Kim Ha yang tidak
kunjung masuk selama berhari-hari, Bo Ram membujuk Do Ha untuk pergi menjenguk
Kim Ha. Do Ha awalnya tidak mau, tapi, tetap saja dia memikirkan Kim Ha. Do Ha
bahkan menangis di kamarnya, karena hubunganya dengan Kim Ha menjadi seperti
ini. Dan Kim Ha, di rumahnya juga menangis. Menyesal atas semuanya. Atas
kesalahannya dan juga perkataannya yang menyakiti Do Hana.
Bo
Ram dan Do Ha menemui guru wali kelas, dan memohon agar di berikan alamat Kim
Ha karena merasa khawatir Kim Ha tidak masuk sekolah beberapa hari dan bahkan
tidak mengangkat teleponnya. Guru heran juga karena mereka akrab dengan Kim Ha,
tapi bisa tidak tahu alamat rumah Kim Ha. Dan guru memberikan alamat rumah Kim
Ha.
Pulang
sekolah, mereka langsung menuju rumah Kim Ha sesuai dengan alamat yang di
berikan. Dan rumah Kim Ha ternyata sangat jauh.
“Kami pergi sangat
jauh, dan lebih jauh lagi. Jalanannya juga tidak nyaman. Kami harus melaluinya
untuk bertemu Hana.” Ujar Doha di dalam hati.
Dan akhirnya mereka
tiba di sebuah apartemen sederhana. Bo Ram menekan bel rumah, tetapi tidak ada
jawaban. Do Ha mencoba mengetuk pintu, tetapi tidak ada jawaban juga.
“Kamu yakin ini
rumahnya?” tanya Do Ha.
“Ya,” jawab Bo Ram.
Dan
pintu rumah terbuka. Kim Ha kaget melihat Do Ha dan Bo Ram di depan rumah mereka.
Nenek menyapa mereka, dan Do Ha memperkenalkan diri sebagai teman dari Kim Ha.
Nenek sangat senang karena teman-teman Kim Ha datang ke rumah. Dan Bo Ram
bahkan dengan sangat cepat dekat dengan nenek, dan bahkan membantu nenek
memasak. Tinggallah Kim Ha dan Do Ha berdua.
Suasana
terasa canggung, tetapi Do Ha berusaha membuka pembicaraan dengan bertanya
keadaan Kim Ha. Dia juga meminta maaf karena sudah memanggil Kim Ha dengan nama
dulunya, Jo Yeon. Kim Ha juga meminta maaf karena sudah mengatakan kalau mereka
tidak berteman. Do Ha menjawab kalau dia tahu. Mereka mulai berbaikan. Do Ha
meminta Kim Ha untuk masuk sekolah besok. Dan Kim Ha senang mendengarnya.
Nenek
menghindangkan makanan untuk mereka. Dan mereka mulai makan dan Kim Ha cukup
senang karena mereka berdua mau makan di rumahnya. Bo Ram kemudian bertanya
pada Kim Ha, apa dia tahu kalau Shi Woo menyukai Do Ha? Semua orang di sekolah
sudah tahu hal itu dan membicarakannya. Do Ha tampak malu. Dan Bo Ram serta Kim
Ha menggodanya. Mereka tampak bersenang-senang. Dan kebetulan sekali, Shi Woo
mengirim pesan pada Do Ha. Bo Ram bertanya hubungan Kim Ha dengan Min, apa
mereka pacaran? Kim Ha menjawab tidak. Kim Ha kemudian tiba-tba menangis. Dia
mengucapkan terimakasih pada Bo Ram dan Do Ha yang sudah mau datang untuk
menjenguknya. Bo Ram meminta Kim Ha untuk tidak menangis. Mereka tidak bisa
berhenti berteman dengan Kim Ha. Do Ha membenarkan dan juga mereka tahu kalau
perkataan Kim Ha waktu itu adalah bohong. Jadi, Kim Ha bisa berhenti menangis.
Shi Woo kembali mengirim pesan pada Do Ha, dan meminta bertemu. Do Ha tersenyum
membaca pesan itu. Bo Ram dan Kim Ha menyadarinya dan menggoda Do Ha.
Kim
Ha sudah masuk sekolah. Dan saat dia berjalan sendiri di taman, beberapa siswa
siswi menggosipinya sebagai orang yang bertengkar dengan Do Ha. Dan bahkan Kim
Ha menukar namanya, mungkin karena ingin mengubah takdir. Kim Ha jelas merasa
tidak nyaman mendengarnya. Min melihatnya, dia menyapa Kim Ha dengan riang,
seolah mereka tidak pernah bertengkar. Dia mengajak mereka untuk segera ke
lapangan dan melihat pertandingan Shi Woo. Bo Ram memuji Shi Woo yang sangat
keren. Do Ha dan yang lain juga ada di sana dan mendukung Shi Woo. Shi Woo
mendapat kesempatan untuk melakukan lemparan bebas. Dan karena tidak fokus,
lemparan Shi Woo meleset. Do Ha jelas heran melihatnya, dia berteriak memanggil
Shi Woo, agar Shi Woo semangat. Shi Woo kembali melempar, dan lagi-lagi gagal.
Pertandingan usai. Do
Ha menghampiri Shi Woo dan memberikan minuman kaleng. Shi Woo merasa dia akan
kalah. Dan Do Ha memberikannya semangat.
Shi
Woo mulai melanjutkan babak kedua pertandingan. Kali ini, dia lebih fokus agar
bisa menang. Dan lagi-lagi, Shi Woo mendapat kesempatan lemparan bebas. Dan
kali ini, Shi Woo bisa mencetak angka. Akhirnya tim mereka menang. Dan Shi Woo
langsung memeluk Do Ha. Semua siswi melihat mereka dan tampak terkesan dengan
Shi Woo yang keren. Dan dia langsung memeluk Do Ha, di tengah lapangan. Di
saksikan semua orang bahkan dari pihak lawan. Semua jejeritan heboh. Do Ha
sangat malu, dan langsung lari, Shi Woo mengikutinya.
Do
Ha dan Bo Ram bertemu dengan Ki Hyun dan Shi Woo. Ki Hyun dan Boram langsung
bermesraan dan membuat Do Ha kesal. Kim Ha dan Min lewat dan menggoda Do Ha
yang tidak berani menatap wajah Min.
Min
dan Kim Ha nongkrong di café. Mereka sudah tampak akrab, dan Kim Ha sudah tidak
berbohong dan berpura-pura lagi. Ji Woo melihat mereka dan menyapa mereka. Min
memberitahu Kim Ha kalau Ji Woo adalah pengeloloa buletin sekolah. Kim Ha
terkejut mendengarnya. Min bertanya pada Ji Woo mengenai
Buletin
Aku
menyukaimu, Hana kelas 11-3. Siapa yang menulisnya?
“Itu. Aku. Aku
menyukainya,” ujar Ji Woo dan menatap Kim Ha.
Kim Ha tertawa dan
menyuruh I Woo berhenti menggodanya. Min membenarkan, dia sudah sering
mengatakan hal yang sama pada Kim Ha, tetapi Kim Ha tidak goyah. Ji Woo malah
bertanya apa yang harus dilakukannya akan Kim Ha menyukainya.
“Aku sebenarnya
menyukai seseorang,” aku Kim Ha.
Dan Min serta Ji Woo
terkejut. Mereka ingin tahu siapa, tetapi Kim Ha tidak mau memberitahu. Min
lanjut bertanya pada Ji Woo, siapa yang sebenarnya menulis pesan itu.
“Itu sebenarnya, ‘aku
menyukai hanna’ tapi aku salah ketik,” jawab Ji Woo.
Tapi, dia menatap Kim
Ha, sepertinya dia benaran tadi mengenai pengakuannya. Mereka lanjut berbincang.
Kim Ha juga mengakui kalau dia tidak ikut les seni karena itu bukan hal yang di
inginkannya.
Bo Ram, Do Ha, Shi Woo,
Ki Hyun, Min, dan Kim Ha melihat pertunjukkan nyanyi di jalanan.
“Kau bilang kau
menyukai seseorang. Siapa?” tanya Min pada Kim Ha.
“Adalah. Dia orang yang
baik.”
“Orang yang baik?”
Tampaknya, orang yang
dimaksud oleh Kim Ha adalah Min. tetapi, Min tidak menyadarinya.
Dimalam
hari, mereka pergi jalan – jalan di sekotar kota. Dan ada penyanyi yang
menawarkan untuk menyenyi. Jika ada yang mau maju, dia akan memberikan tiket
konser sebagai hadiah. Bo Ram menyuruh Ki Hyun maju, tetapi Ki Hyun menolak.
Karena tidak ada yang mau maju, penyanyi itu memilih. Dia memilih Do Ha. Ki
Hyun dan Bo Ram sudah yakin Do Ha tidak akan mau maju. Tetapi, tidak di sangka,
Do Ha maju. Shi Woo dan yang lain sampai kaget. Do Ha memperkenalkan dirinya.
Do Hana, usia 18 tahun. Dari SMA Seoyeon. Dan Do Ha menyanyikan lagu Motte
: Don’t Run Away.
Do Ha tampak gugup
sebelum mulai menyanyi. Dia menatap Shi Woo, dan Shi Woo tersenyum melihatnya.
Di usia 18, aku bertemu
orang – orang yang berarti. – Do Hana.
Mereka bilang usia 18
adalah masa menyenangkan. Mereka bilang kami bebas. – Cha Ki Hyun.
Sulit untuk mengatakan
begitu. Karena kami punya kekhawatiran berbeda. – Yeo Bo Ram.
Usia 17, rasanya
bersemangat masuk SMA. Usia 19, merasa tertekan karena ujian untuk masa depan.
Usia 18, di antaranya. Seperti itulah rasanya. – Ha Min.
Mudah untuk
menceritakan masa remaja. Tapi tetap, kita hidup sebagai remaja untuk pertama
kalinya.– Kim Hana.
Di antara hari-hari
biasa, tidak ada yang biasa. – Nam Shi Woo.
Usia 18 bukanlah usia
yang bebas. Karena kami akan merasa seris untuk setiap momen. – Do Hana.
Do Ha menyanyi dan
mengingat kenangannya di usia 18 tahun, begitu pula dengan yang lainnya.
Setiap orang hanya akan
merasakan masa remajanya sekali (hana). Kita akan segera melalui kehidupan masa
remaja kita.
NB : Cerita terinspirasi dari Webdrama Playlist A-TEEN
semoga bermanfaat
Comments
Post a Comment